Rote Ndao Mutiara dari Selatan, Falsafah dan Pandangan Hidup Suku Rote tentang Lontar. Buku yang diterbitkan tahun 2008 ini adalah buah karya AndreZ. Soh bersama putrinya Maria Indrayana. Hadirnya buku ini mengingatkan pada bukunya Prof. Dr. James J. Fox berjudul Harvest of The Palmyang
diterbitkan tahun 1977. Sepintas kedua buku ini mendeskripsikan
kehidupan Suku Rote yang tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan lontar.
Perbedaannya adalah dalam buku Harvest of The Palmlebih
mengetengahkan pada pendekatan antropologis, sejarah dan ekologis
terhadap dua suku yakni Suku Rote dan Suku Sabu dalam pemahaman terhadap
kebudayaan lontar, serta perbedaan karakteristik diantara kedua suku
tersebut. Selain itu Fox juga memperlihatkan perbandingan kebudayaan
lontar dalam beberapa prespektif yang ada.
Sedangkan dalam buku Rote Ndao Mutiara dari Selatanlebih memperkenalkan sejarah Rote dengan keberadaan leo-leo
(marga) dalam konteks hubungan kekerabatan masyarakat Rote. Kemudian
menguraikan kebudayaan lontar di Pulau Rote yang dikaitkan dengan
kehidupan seni dan sastra, benda-benda kebudayaan yang dihasilkan serta
falsafah yang ada pada setiap proses dan hasil dari setiap interaksi
masyarakat Rote dengan pohon lontar. Sehingga buku ini dapat membuka
cakrawala berpikir lebih luas tentang kebudayaan masyarakat Rote dan
problematika kehidupannya yang berakar dari kebudayaan leluhur.
Dalam buku ini memaparkan berbagai macam istilah dari setiap proses penyadapan seperti edan yang berarti memasang tangga buatan dengan membuat takik pada batang pohon lontar. Ada juga maolen yang artinya membersihkan bulir-bulir mayang lontar, sedangkan mengiris bulir-bulir mayang untuk menyadap disebut dengan soen atau sada dan masih banyak lagi. Begitu juga dengan proses pembuatan nira (tuak) menjadi gula air (tua nasu), kemudian menjadi gula lempeng atau gula batu (tua batu)hingga menjadi gula pasir lontar (tua batu meni).
Dengan demikian dari cara menyadap, alat-alat yang digunakan, pantangan
dan cara mengelola nira menunjukkan sebuah tradisi turun temurun dari
masyarakat Rote Ndao.
Menarik juga dalam buku ini yang sedikit menjelaskan konsep kekeluargaan dalam istilah to’o
bagi masyarakat Rote. Ternyata sebutan bagi saudara laki-laki dari
pihak ibu ini begitu magis dan sakral. Begitu pentingnya kedudukan
sebagai paman atau om, dikarenakan seorang to’o akan menjadi
perantaraan penting bagi keponakannya, terutama dalam hal perkawinan,
kematian, pembagian warisan hingga urusan adat lainnya. Bahkan di
kehidupan modern seperti ini panggilan to’o bagi masyarakat Rote
adalah sebuah penghargaan. Buku setebal 294 halaman ini dapat diperoleh
di Toko Buku Gramedia, dengan harga yang cukup mahal yaitu Rp. 290.000,
namun hal ini tidak terlalu mahal bagi sebuah pengetahuan tentang budaya
bangsa sendiri.